Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Antara Kapitalis, Para Penghadang dan Dakwah

Oleh : Mochamad Fajrin Ramdani Ideologi kapitalisme mempunyai karakteristik yang salah satunya yaitu kebebasan kepemilikan yang melahirkan sistem ekonomi liberal yang bermakna bahwa seseorang​ boleh memiliki harta (modal) dan boleh mengembangkan dengan sarana dan cara apapun yang selanjutnya melahirkan ide penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia serta merampok kekayaan alamnya. (Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur, 2009). Pada perkembangan selanjutnya, dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, Kapitalis dengan segala upaya mempengaruhi segala bidang yang dianggap dapat memuluskan ekspansi bisnisnya​terutama di bidang pemerintahan. Maka muncul istilah korporatokrasi, istilah ini mengacu pada bentuk pemerintahan dimana kewenangan telah didominasi atau bahkan beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintahan dipimpin secara sistem afiliasi korporasi. Proses privatisasi perusahaan publik umumnya menjadi permulaan bentuk pemerinta

Kekhawatiran Barat akan bangkitnya Ideologi Islam

Begitu komunisme dianggap runtuh, dengan tempo yang cepat diskusi-diskusi tentang 'ancaman Islam' atau 'bahaya Islam' (Islamic Threat) bermunculan di media massa. Dengan berakhirnya perang dingin, bukan berarti AS dan barat telah merasa aman dan menang sebagai 'penguasa dunia'. AS dan barat mengkhawatirkan ada pesaing baru yang harus diwaspadai dan diantisipasi. Itulah kekuatan Islam yang mulai bangkit kembali. Disana-sini mulai ramai diskusi, seminar dan artikel tentang gerakan kebangkitan Islam sebagai 'ancaman paling potensial' terhadap 'dominasi barat'. Ilmuwan barat yang pertama kali dikenal mempopulerkan benturan peradaban ( clash of civilization ) antara peradaban Islam dan barat, pasca perang dingin, adalah Bernard Lewis, guru besar keturunan yahudi di Princeton University. Bernard lewis dikenal sebagai penulis yang produktif dan orientalis kawakan dalam bidang sejarah Islam dan Yahudi. Lewislah yang mempopulerkan wacana clash of civil

Ekonomi Indonesia Terpuruk (seri Indonesia Terancam Neo liberalisme dan Neo imprealisme)

Gambar
Oleh : Mochamad Fajrin Ramdani Setelah sejak akhir 1960-an Indonesia melakukan "pembangunan" berdasarkan model kapitalisme dengan ditandai pembangunan berbasis utang dan hanya menitikberatkan pada pendapatan dari ekspor minyak bumi. Inilah diantara faktor-faktor utama yang menimbulkan ketidakstabilan di dalam perekonomian Indonesia. Tiba-tiba pada 1986 harga minyak dunia anjlok. Jika selama beberapa tahun sebelumnya harga berada diatas US$25 per barel, bahkan pada paruh pertama periode perang Irak-Iran harga berada pada kisaran US$28 hingga US$ 38 per barrel, maka pada periode 1986 harga minyak mendadak anjlok hingga ke tinggat US$ 11 per barrel. Akibatnya, pendapatan negara seperti Indonesia dari produksi minyaknya yang relatif rendah (sedikit diatas 1 juta barrel/hari) menurun drastis. Kemudian pemerintah berupaya mengatasi kekurangan devisanya dengan mengundang masuk para investor asing melalui liberalisasi sektor keuangan dan perbankan yang sepenuhnya bercorak kapitalism