Antara Kapitalis, Para Penghadang dan Dakwah

Oleh : Mochamad Fajrin Ramdani

Ideologi kapitalisme mempunyai karakteristik yang salah satunya yaitu kebebasan kepemilikan yang melahirkan sistem ekonomi liberal yang bermakna bahwa seseorang​ boleh memiliki harta (modal) dan boleh mengembangkan dengan sarana dan cara apapun yang selanjutnya melahirkan ide penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia serta merampok kekayaan alamnya. (Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur, 2009).

Pada perkembangan selanjutnya, dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, Kapitalis dengan segala upaya mempengaruhi segala bidang yang dianggap dapat memuluskan ekspansi bisnisnya​terutama di bidang pemerintahan. Maka muncul istilah korporatokrasi, istilah ini mengacu pada bentuk pemerintahan dimana kewenangan telah didominasi atau bahkan beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintahan dipimpin secara sistem afiliasi korporasi.

Proses privatisasi perusahaan publik umumnya menjadi permulaan bentuk pemerintahan ini, sehingga pada akhirnya pemerintah kehilangan kewenangan peraturan dalam ekonomi dan pelayanan publik, karena telah digantikan perannya oleh lembaga bisnis. ( Bruce E. Levine. “The Mytha of U.S. Democracy and the Reality of Corporatocracy”) Huffington Post.

Di Indonesia sendiri privatisasi BUMN sudah dan sedang dilakukan, seperti dikutip dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya ada sekitar 20 perusahaan BUMN yang sudah di privatisasi dengan menjual sahamnya di pasar modal, meliputi perusahaan kimia, energi, pertambangan, konstruksi, telekomunikasi dan penerbangan. Belum lagi BUMN yang di privatisasi dengan cara penjualan langsung seperti Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) dan PT. Indosat.

Tentunya peristiwa tersebut tidak datang secara tiba-tiba, pasti adanya manuver-manuver yang dilakukan Kapitalis terhadap pemegang kekuasaan. John Perkins di dalam bukunya Confession of an Economic Hit Man, menyatakan untuk menguasai suatu negara, para kapitalis akan meminjamkan utang yang sangat besar, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar, tentunya dengan lobi-lobi politik melalui tangan Economic Hit Man (EHM). Setelah negara tersebut terjerumus kedalam utang, maka para kapitalis akan memeras negara tersebut sampai tak bisa membayarnya dan itulah yang sekarang sedang terjadi di Indonesia​. Dengan alasan itu, barulah mereka mendesak negara tersebut untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya.

Masuknya kekuatan modal dalam jumlah yang besar berawal dari resesi ekonomi global tahun 1998 yang sepertinya sudah sangat direncanakan. Indonesia yang sebelumnya di anggap sebagai macan Asia dengan pertumbuhan ekonomi tinggi jatuh tersungkur dalam kemelaratan ekonomi. Dengan strategi seperti yang telah dijelaskan, utang pemerintah Indonesia membengkak dan akhirnya dikelola oleh badan bentukan IMF yang bernama BPPN, akhirnya sedikit demi sedikit aset nasional dijual kepada pihak asing untuk menutupi devisit APBN yang sebagian besar untuk membayar pokok dan bunga pinjaman.

Keberhasilan menuju korporatokrasi negara nampaknya berjalan dengan lancar itu terlihat juga dari instrumen yang dibangun oleh mereka melalui intervensi undang-undang​ di legislatif melalui tangan legislator yang telah berkolaborasi dengan para kapitalis. Sejatinya keberlangsungan itu tidak terlepas pula dari adanya para ‘pemburu rente' (rent seeking activities). Istilah rent seeking pertama kali diperkenalkan oleh Gordon Tullock pada 1967 dan kemudian dipopulerkan oleh Anne Krueger pada Juni 1974 dalam sebuah tulisan yang dimuat pada American Economic Review volume 64 yang berjudul “The Political Economy of the Rent Seeking Society”.

Rente merupakan selisih antara nilai pasar dari suatu ‘kebaikan’ birokrasi dengan jumlah yang dibayar oleh penerima rente kepada birokrasi/pemerintah atau kepada perorangan di birokrasi. Perilaku rent Seeking begitu mudah hadir dalam kinerja institusi negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), tidak lain diakibatkan karena proses dan mekanisme politik yang menyebabkan seseorang menjadi Pejabat publik pada instansi-instansi negara tersebut sarat dengan cost transaction yang tinggi.

Tentu saja, ini peluang yang besar untuk dapat dimanfaatkan oleh para kapitalis, kita mungkin sudah akrab dengan fenomena Parpol atau elit politik yang mendapatkan uang atau disponsori pengusaha atau bahkan pengusaha tersebut yang mendirikan Parpol dan menjadi bagian dari elit politik. Ini sebuah kenyataan yang jelas tentang strategi menuju sebuah korporatokrasi pada pemerintahan.

Keberlangsungan strategi menuju korporatokrasi hampir tidak menemui hambatan berarti, masyarakat hanya bisa melihat kondisi yang sedang terjadi, ibarat obat nyamuk yang berada diantara orang yang sedang pacaran. Tetapi nampaknya keberlangsungan dalam kenyamanan itu tidak bertahan lama, karena ada sebagian kelompok masyarakat yang menyadari kondisi yang abnormal ini, bahkan ada bagian kelompok masyarakat tersebut yang menganggap bahwa kesengsaraan dan kemiskinan yang menimpa negeri ini akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang hanya​ menguntungkan segelintir orang, maka harus ada alternatif pengganti dari ideologi/sistem ini yaitu ideologi/sistem Islam. Kelompok yang menyuarakan perubahan​ tersebut salah satunya diantaranya adalah HTI.
HTI menganggap kerusakan dan kemeralatan yang terjadi d negeri ini, karena tidak diterapkannya ideologi Islam ditengah-tengah kehidupan. Berangkat dari pada itu HTI mengkritik tajam cara-cara yang ditempuh ideologi kapitalisme beserta pengusungnya, tentunya hal semacam itu akan mengganggu kepentingan Kapitalis yang tengah menikmati manisnya buah penjajahan dari sistem kapitalisme yang mereka terapkan, maka harus ada langkah-langkah untuk meredam gerakan tersebut.

Merujuk pada laporan Rand Corporation tahun 2007 yang berjudul 'Building Moderat Muslim Network'. Secara detail Rand Corporation yang merupakan bagian dari jaringan kapitalisme global, mengungkap peta jalan (road map) bagaimana membangun jaringan Muslim Moderat dengan mulai memberikan bantuannya pada pihak-pihak​ yang dinilai paling cepat memberikan dampak dalam perang pemikiran.

Setelah sebelumnya pada tahun 2003 Rand Corporation melakukan kajian teknis yang berjudul 'Civil Democratic Islam' yang membagi Umat Islam ke dalam kelompok-kelompok​: fundamentalis, tradisionalis, modernis dan sekuleris. Rand Corporation selanjutnya merinci langkah-langkah​ yang dapat ditempuh untuk menggempur kalangan yang mereka kelompokkan sebagai fundamentalis yakni mendukung kelompok modernis, sekuleris dan kaum tradisionalis dalam menentang, mengkonfrontir kalangan fundamentalis. Di Indonesia sendiri ada beberapa kelompok yang mereka anggap fundamentalis seperti FPI, HTI dan MMI sedangkan dikelompok tradisionalis diwakili NU dan modernis, sekuleris diwakili JIL. Untuk​ mengoperasikan strategi confront and oppose the fundamentals ini, tentunya para kapitalis perlu merekrut eksekutor yang penulis istilahkan sebagai ‘penghadang’ bagi gerakan anti kapitalisme atau fundamentalis Islam tersebut, baik mereka itu diambil dari institusi negara dengan doktrin War On Terrorism (WOT) atau dengan menggunakan Non Government Organization (NGO) dengan strategi pecah belah dan adu domba.

Dalam strategi ini​, para pemburu rente (rent Seeking) mempunyai peran yang penting dalam menciptakan suasana yang diinginkan oleh​ para kapitalis, untuk mencari karakter Rent Seeking tidaklah cukup sulit, mengingat para pejabat institusi negara menduduki jabatannya​ dengan Cost yang tinggi tentu tawaran dari para kapitalis ini suatu hal yang sangat menggiurkan bahkan dinantikan. Itu juga diperkuat oleh teori sosial yang mengatakan bahwa​manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang memiliki hasrat dan keinginan abadi untuk mengejar kekuasaan, hasrat ini baru berakhir bila kematian telah menjemput atau dalam kitab Nidzom Al-Islam karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan bahwa manusia mempunyai naluri untuk mempetahankan diri.

Begitu pula sama halnya dengan pemimpin NGO, para kapitalis akan mencari para pemimpin NGO dengan karakter oportunistik.
Di sisi lain kaum fundamentalis dengan semangat keimanan dan keikhlasan yang luar biasa serta keinginan merubah keadaan secara menyeluruh pada sistem/ideologi Islam, mereka terus menerus melakukan edukasi (perang pemikiran) ditengah-tengah​ masyarakat. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan HTI di tengah-tengah​ masyarakat, HTI melakukan edukasi tentang bahayanya​ menerapkan sistem kapitalisme dan tentang pentingnya penerapan sistem Islam dalam kehidupan kepada masyarakat secara masif dan terencana. Mereka melakukan diskusi, seminar, aktif menyebarkan opini di media baik cetak maupun elektronik, bahkan mengadakan acara dengan mengumpulkan massa​yang banyak. Jelas ini akan menimbulkan reaksi terutama bagi penguasa dan juga para kapitalis serta NGO/ormas yang sudah terdoktrin oleh strategi Kapitalis.

Dalam kasus penyelenggaraan kegiatan Masyirah Panji Rasulullah (MaPaRa) 1438 H, misalnya. Atas nama mengamankan pilar Negara, yaitu Pancasila dan NKRI, GP Ansor (Banser) seolah tampil menjadi representasi Negara yang paling memiliki otoritas untuk menetapkan siapa (kelompok mana) yang sesuai atau tidak melanggar dan siapa yang berkhianat atau mau merubah Pancasila dan NKRI. Ini juga bermula dari pernyataan ketua umum PP Gerakan Pemuda Ansor H. Yaqut Cholil Qounas pada tanggal 16 April 2016 dalam Forum pertemuan Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka tunggal Ika dan NKRI di gedung NU, Rembang, yang mengatakan dan memberikan perintah untuk menangkap dan mengamankan siapa saja yang menebar paham radikal baik secara langsung ataupun melalui poster, bahkan secara gamblang ia memerintahkan untuk menangkap pemasang spanduk Khilafah, maka bergulirlah anarkisme main hakim sendiri disertai pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh organ dibawah naungan NU tersebut kepada ormas lain bernama HTI. Yang terbaru adalah aksi Penghadangan​ dan pembubaran MaPaRa HTI dibeberapa tempat di pulau Jawa oleh GP Ansor (Banser) yang nampaknya​ dilakukan secara terencana, sekalipun acara tersebut sudah menempuh langkah prosedural​.

Sementara di sisi lain aparat kepolisian menggunakan tuntutan dari GP Ansor (Banser) itu sebagai pembenaran untuk tidak mengizinkan acara yang diselenggarakan HTI tersebut, meski belum ada keputusan resmi dari pemerintah berkaitan dengan​ aktivitas HTI yang telah terdaftar dalam Kemenkum HAM sebagai​ ormas ini. Dimana dalam kurun waktu belasan tahun saja kegiatan HTI telah meraih simpati dan kecintaan dari masyarakat Indonesia dengan aksi tertib, elegan, intelektual, dialogis, pemikiran dan tanpa kekerasan, walaupun pada akhirnya disikapi dengan pendekatan kekuasaan dan melarang kegiatan MaPaRa itu dilaksanakan dibeberapa tempat oleh pihak kepolisian.

Sungguh masyarakat Indonesia sedang dipertontonkan dengan suguhan kezaliman penguasa dengan memanfaatkan salah satu organ dibawah NU terhadap rakyatnya, ini semakin melengkapi penanganan yang tidak lagi menonjolkan cara-cara​ law of enforcement (penegakan hukum) sesuai dengan prinsip criminal Justice System, melainkan menggunakan langkah-langkah otoriter. Belum lagi contoh kasus lain seperti kriminalisasi ulama sampai tuduhan makar kepada KH. Al-khatat sampai yang terakhir pembubaran acara training dakwah ust.Felix Siauw di malang.

Atas nama Bela Bangsa dan Bela Negara. Pantaslah meluncur banyak apresiasi terhadap NU di bawah kepemimpinan Prof Dr Said Aqil Siradj yang telah berhasil menampilkan Islam secara moderat. Baik apresiasi yang datang dari Jokowi maupun pimpinan dari berbagai negara. Khususnya Amerika maupun Eropa. Bukan hanya apresiasi namun juga kucuran dana segar.  NU akan mendapatkan dana tidak terbatas dari World Bank.
(http://www.arrahmah.com/read/2011/10/10/15683-bank-dunia-siapkan-dana-tak-terbatas-untuk-nu.html)

Dari sinilah nampak strategi yang dijalankan oleh Kapitalis untuk setidaknya mengikat NGO yang telah didanainya mengikuti arah alur yang telah ditetapkan dan ini juga menjadi adanya indikasi rent Seeking activities (pemburu rente) dalam rangka mengkonfrontir dan menentang kalangan fundamentalis Islam versi mereka.
Inilah keberhasilan NU di bawah pimpinan Kang Said berhasil mengkampanyekan Islam moderat untuk melapangkan jalannya investasi dari luar negeri atas nama pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang​ sejatinya merupakan strategi Kapitalis untuk​ menguasai negeri ini. Hal yang sangat bertolak belakang dengan prinsip perjuangan NU yaitu bersikap keras terhadap penjajahan di jaman dulu. Dalam kerangka itu, nampaknya pemerintah RI di bawah kepemimpinan Jokowi tidak membutuhkan kritik atas berbagai kebijakan terutama masuknya investasi Asing-Aseng yang menunjukkan kecenderungan meningkat.

Dalam pandangan penguasa negeri ini, kritik atas berbagai kebijakan itu hanya akan membuat mundurnya strategi Rantai Pasokan Global yang tertuang dalam kebijakan MP3EI (Master Plan Percepatan Perluasan Ekonomi Indonesia). Dimana Indonesia ditempatkan sebagai koridor ekonomi negara penyangga bahan mentah dan bahan tambang bagi kepentingan global.

Sebuah kondisi yang memunculkan pertanyaan dimana kedaulatan NKRI yang​ didengungkan GP Ansor (Banser), seperti diantaranya:
1)      Warga asing dari 169 negara bebas visa masuk ke Indonesia
http://news.detik.com/berita/3141007/pemerintah-terapkan-bebas-visa-bagaimana-soal-keamanannya
2)      Warga asing boleh memiliki properti di Indonesia
http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/07/23/orang-asing-boleh-beli-properti-efektif-september-2015
3)      Pihak asing boleh kuasai 100 % industri gula dan karet di Indonesia
http://www.merdeka.com/uang/pemerintah-persilakan-asing-kuasai-industri-gula-dan-karet.html
4)      Asing boleh kuasai 100 % saham restoran dan perusahaan jalan
http://www.merdeka.com/uang/asing-boleh-kuasai-saham-restoran-perusahaan-jalan-tol-100-persen.html
5)      Asing boleh kuasai 85 % saham modal ventura
http://keuangan.kontan.co.id/news/asing-boleh-kuasai-85-saham-modal-ventura
6)      Asing bisa kuasai 100 % saham di pembangkit listrik
http://industri.kontan.co.id/news/asing-bisa-kuasai-100-saham-di-pembangkit-listrik
7)      Asing boleh kuasai 100 % usaha bioskop di Indonesia
http://economy.okezone.com/read/2016/02/11/278/1309768/asing-boleh-kuasai-bioskop-100-saham-blitz-melonjak-24
Terdapat sejumlah total 35 jenis usaha yang boleh dikuasai asing :
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/02/12/o2fa485-asing-bisa-kuasai-penuh-35-bidang-usaha-di-indonesia

Dalam kerangka pemikiran itu bisalah dipahami bahwa skenario rencana pembubaran HTI bukanlah hanya bernuansa lokal nasional. Bukan pula soal klaim bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, itu hanya sebagai pembenaran saja. Tetapi sesungguhnya sangat berkaitan dengan kepentingan global yang mengggunakan tangan-tangan pengambil kebijakan, salah satu ormas berikut organ underbow melalui para petingginya yang oportunis, media mainstream, dan perangkat penegak hukum polri untuk menjaga keseimbangan formulasi antara radikalisme, pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi menuju korporatokrasi negara.

Mengingat HTI lah selama ini terdepan menyorot kebijakan pro asing-aseng yang mengancam dan mencengkeram kepentingan eksistensi NKRI. Alhasil rencana pembubaran HTI akan menjadi momentum pertaruhan masa depan gerakan islam secara menyeluruh dalam konstelasi percaturan politik global melalui pintu Indonesia dengan geopolitik strategisnya. Apakah tetap bisa dipertahankan Indonesia sebagai medan pergolakan pemikiran dan politik. Ataukah menjadi medan pergolakan yang mendorong terjadinya revolusi sosial atau revolusi fisik.
Terlihat begitu manifestnya persaingan berbagai kekuatan politik berbasis ideologi di negeri ini. Antara kekuatan kapitalis liberal barat maupun timur disatu sisi dengan Islam disisi lain. Apakah ini semua sudah disadari oleh para pemimpin di negeri ini dan juga para pemimpin ormas terbesar dinegeri ini, setidaknya kalangan​ masyarakat di akar rumput dari berbagai gerakan dan institusi harus mulai menyadari bahwa sesungguhnya ancaman bagi negeri ini adalah sistem kapitalisme​ beserta pengusungnya, sehingga mereka tidak mudah dipecah belah dan di adu domba oleh para kapitalis melalui pemimpin mereka.
Wallahu a’lam bis showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekhawatiran Barat akan bangkitnya Ideologi Islam

Struktur Negara Khilafah