Problematika Sistem Sosial 3 ( seks Bebas)

1



   SEKS BEBAS
                              
serangkaian problem sosial masyarakat yang terasa sangat memilukan. Di wilayah DKI Jakarta saja, misalnya, sesuai data dari Kepolisian Daerah Metro DKI Jakarta, hingga September 2011 terdapat 7.382 kasus kejahatan. Artinya, perbulan rata-rata terjadi 820 kasus kejahatan. Angka ini meningkat dari Tahun 2010, yaitu 748 kasus perbulan. Kecenderungan yang sama juga terjadi di beberapa daerah, seperti di Lombok Timur tercatat 1500 kasus kriminalitas sepanjang tahun 2011. Angka ini juga meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1400 lebih.
Angka kemaksiatan lain juga tidak kalah mengerikan. Seks bebas kini seolah-olah sudah menjadi tren di kalangan remaja kita. Pernyataan ketua BKKBN, Sugiri Syarief mestinya membuat para orangtua dan kalangan pendidik merasa miris. Menurut dia, setengah gadis lajang yang berada di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) disebut-sebut banyak yang sudah tidak perawan karena melakukan hubungan seks pranikah. Tidak sedikit di antaranya yang hamil di luar nikah.
“Hasil survei yang dilakukan, dari 100 remaja, 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan,” katanya. Selain di Jabodetabek, ungkap Sugiri, hasil yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Di Surabaya, gadis atau remaja perempuan lajang yang sudah tidak perawan lagi mencapai angka 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Data ini dikumpulkan BKKBN hanya dalam kurun waktu 2010 saja dan kemungkinan di tahun 2011 angkanya akan jauh lebih besar. Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia ditemukan hasil, bahwa 62,7% remaja mengaku pernah berhubungan badan, 93% remaja pernah berciuman dan 21% remaja telah melakukan aborsi (Kompas.com, 9/5/2010).
Maraknya seks bebas memicu kejahatan lain. Di antaranya adalah kejahatan aborsi. Inilah.com melaporkan bahwa angka aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Data ini berasal dari Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dr. Titik Kuntari MPH. “Sekitar 30% di antara kasus aborsi itu dilakukan oleh penduduk usia 15-24.” Dari data hasil survey dr.Titik bisa dikatakan bahwa 30% kasus aborsi dilakukan oleh remaja yang kemungkinan besar belum menikah. Dorongan untuk melakukan aborsi di kalangan remaja biasanya dilatarbelakangi oleh KTD (Kehamilan Tidak Dinginkan). Mereka belum siap hamil apalagi melahirkan dan menjadi ibu. Karena itu, aborsi menjadi pilihan berikutnya setelah terlena oleh seks bebas.
Dampak lain seks bebas adalah mewabahnya HIV-AIDS. Data Komisi Nasional Penanggulangan AIDS menunjukkan, penyebaran HIV/AIDS berubah dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan penelitian tahun 2011, penyebab transmisi tertinggi adalah seks bebas (76,3 persen), diikuti jarum suntik (16,3 persen) (Kompas.com, 22/11/2011). Jumlah penderita AIDS juga semakin membengkak. Jumlah penderita kasus baru AIDS pada triwulan II tahun 2011 di Indonesia mencapai 6.087 orang, Ini berarti, secara kumulatif sampai dengan bulan Juni 2011 tercatat jumlah kasus AIDS sebanyak 26.483 orang (Tribunkalteng.com, 29/11/2011).
Seks bebas tampaknya akan semakin parah. Pasalnya, kebijakan yang diambil negeri ini memang menuju ke arah sana. Kondomisasi dianggap sebagai upaya penangkal AIDS dan diklaim sebagai bentuk seks yang bertanggung jawab. Pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Semesta Universitas Madura (Unira) seolah-olah peduli akan nasib bangsa ini. Mereka, misalnya, membagi-bagikan kondom gratis kepada mahasiswa dan masyarakat. “Aksi bagi-bagi kondom gratis ini untuk memperingati Hari AIDS Sedunia (HAS) 2011 yang jatuh pada 1 Desember,” kata Koordinator LPM Semesta 2010-2011, Dewi Indra Purnamasari (Beritajatim.com).
Seks bebas di kalangan remaja (generasi muda) tidaklah terjadi dengan sendirinya. Banyak faktor yang memicu aktivitas penyimpangan perilaku ini. Penyebab utama maraknya seks bebas adalah adanya penerapan sistem Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan. Kebebasan individu lahir dari keyakinan/akidah sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat aturan.

Faktor Pemicu Seks Bebas
1. Fungsi negara yang lemah.
Negara dalam sistem Kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator yang menjamin kebebasan individu. Negara bukan berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, penjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seluruh rakyatnya, serta penjaga moral dan akidah masyarakat. Negara tidak memiliki jaminan hukum untuk menghapus sarana dan prasarana yang menunjang maraknya perilaku seks bebas. Negara juga tidak memiliki kepastian hukum untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan asusila. Pasalnya, negara telah dipasung oleh kebebasan individu yang dijamin atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). HAM telah melegalisasi setiap individu untuk berperilaku bebas, termasuk melakukan seks bebas. Negara membiarkannya bahkan memfasilitasi sarana prasarana yang memungkinkan untuk diakses dalam melakukan perbuatan seks bebas. Buktinya, negara membiarkan keberadaan night club 24 jam. Tempat-tempat pelacuran dilegalisasi. Para pelacurnya bahkan diakui sebagai pekerja dengan sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Atas nama kebebasan pers negara pun membiarkan tontonan TV yang menyuguhkan materi pornografi sehingga diakses oleh seluruh kalangan termasuk anak-anak. VCD/DVD porno sangat mudah didapat karena dibiarkan beredar secara komersial dengan harga yang sangat murah sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan di mana saja. Bahkan kini makin banyak cara untuk menjual materi pornografi melalui internet dan handphone.
2. Andil media massa.
Media massa sangat efektif dalam membangun pemikiran dan persepsi tentang standar-standar kehidupan. Aktivitas seks bebas semakin meningkat karena adanya dukungan media massa yang ikut andil menyebarluaskan pemikiran maupun perbuatan-perbuatan yang bermuatan liberal. Media massa atas nama kebebasan pers mendapatkan legalisasi untuk menulis, mencetak dan menyebarluaskan materi-materi pornografi dan pornoaksi yang merangsang munculnya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja. Bahkan saat sudah jelas-jelas melakukan penyebarluasan pornografi dan dijatuhi sanksi hukum, namun atas nama kebebasan pers, pemilik media dapat bebas dari jeratan hukum, sebagaimana yang dialami oleh Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada.
3. Masyarakat permisif.
Sistem Kapitalisme telah memunculkan kehidupan yang individualistis dan materialistis; kehidupan yang mengutamakan kepuasan-kepuasan individual dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja karena kepedulian masyarakat untuk melakukan kontrol sosial sudah semakin menipis. Masyarakat saat ini lebih mengutama-kan kepentingan pribadi. Mereka merasa tidak bertanggung jawab untuk menghentikan aktivitas-aktivitas seks bebas yang ada di sekitarnya. Saat ini anak remaja yang berpacaran sudah dianggap biasa dan dianggap gaul. Bahkan yang tidak berpacaran dianggap aneh dan dicurigai sebagai perbuatan yang tidak normal. Aktivitas pacaran yang mendekati perbuatan zina (berdua-duaan, berpegangan tangan, berciuman di depan umum, bahkan hubungan seks) dianggap sebagai konsekuensi kehidupan yang modern. Keberadaan tempat-tempat yang menyediakan aktivitas hura-hura yang disertai dengan minum-minuman keras, narkoba dan perbuatan asusila lainnya dibiarkan begitu saja. Bahkan pihak yang berusaha melakukan amar makruf nahi mungkar dianggap bisa dianggap radikal bila menolak perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.

4. Meluasnya pornografi dan pornoaksi.
UU Pornografi yang disahkan pada tahun 2008 terbukti tidak mampu mencegah dan menghentikan aktivitas pornografi dan pornoakasi. Saat ini pornografi dan pornoaksi semakin mudah diakses melalui internet dan handphone dengan materi yang lebih vulgar. Masih sangat jelas bagi kita apa yang terjadi dalam kasus Ariel Peterpan dengan para kekasihnya yang menyebar melalui dunia maya dan handphone, ditambah lagi perbuatan anggota DPR yang menikmati pornografi-pornoaksi melalui internet saat di ruangan rapat. Semua itu merupakan bukti nyata yang amat menjijikkan.

5. Pendidikan agama lemah.
Di negeri ini pendidikan agama hanya diajarkan dengan jumlah jam yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan pelajaran eksakta dan bahasa. Pendidikan agama hanya diajarkan 2 jam seminggu. Itu pun dengan bobot yang kosong dari penanaman akidah dan keterikatan pada hukum syariah. Akibatnya, remaja tidak mendapatkan pondasi agama yang kokoh. Karena itu, mereka tidak bisa menyaring dan menyeleksi berbagai rangsangan berupa pemikiran dan perbuatan yang mengarah pada perilaku seks bebas. Pendidikan agama hanya dibatasi pada pengajaran Islam sebagai nilai, norma dan budaya; bukan sebagai suatu sistem yang berhak mengatur kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. Ditambah lagi dengan adanya stigmatisasi terhadap Islam sebagai suatu sistem kehidupan telah menyebabkan remaja semakin asing dan jauh dari Islam sebagai way of life.

6. Keluarga bermasalah.
Sikap individualis dan materialis telah mengalir deras dalam kehidupan keluarga yang menyebabkan fungsi keluarga mengalami porak-poranda. Atas nama mencukupi kebutuhan keluarga dan meraih eksistensi di tengah masyarakat, orangtua (ayah-ibu) berlomba-lomba bekerja dan mencari uang dari pagi hingga malam hari tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak di rumah. Peran orangtua sebagai pendidik dan pembina anak-anak sudah diserahkan kepada media (TV, Internet, Play Station, dll), pembantu dan sekolah dengan kompensasi penyediaan anggaran yang besar. Orangtua menjadikan materi sebagai standar dalam memberikan kebahagiaan kepada anggota keluarga. Aktivitas anak-anak tidak terkontrol dengan baik. Mereka tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup. Bahkan orangtua tidak lagi menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Mereka memberikan contoh yang buruk dengan perilaku perselingkuhan, korupsi, pertengkaran suami-istri, meminum-minuman keras, dan lain-lain. Padahal remaja yang sedang menuju masa balig tentu membutuhkan keteladanan, bimbingan dan kasih sayang yang cukup dari orangtua.

Solusi Syar’i
Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja hanya terjadi di dalam sistem yang menghalalkan segala cara, mengagungkan kebebasan dan mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Semua ini ada di dalam sistem Kapitalisme yang berlandaskan sekularisme.
Ini berbeda dengan Islam. Islam adalah sistem yang mampu mewujudkan kehidupan yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, menenteramkan jiwa dan memuaskan akal. Islam memiliki tatanan kehidupan yang khas yang mampu menghentikan perilaku seks bebas secara tuntas dan mencegah munculnya peluang-peluang penyimpangan perilaku termasuk seks bebas.
Islam memiliki solusi yang dilandaskan pada nash-nash syariah yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Sistem Islam telah diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan masa Kekhilafahan sesudahnya sampai tahun 1924. Islam memiliki kemampuaun menyelesaikan penyimpangan perilaku (seks bebas) dan menghentikannya secara tuntas saat diterapkan secara kaffah (baik pada masa silam maupun pada masa yang datang).
Penyelesaian penyimpangan perilaku seks yang melanda remaja pada khususnya dan kaum Muslim pada umumnya membutuhkan langkah yang terintegrasi antar berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. Seluruh komponen ini membutuhkan penyamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi. Kebutuhan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas harus dikembalikan pada Islam.
Solusi Islam untuk mengatasi permasalahan seks bebas, di antaranya sebagai berikut: Pertama, Islam telah memerintahkan kepada kepala keluarga untuk mendidik anggota keluarga dengan Islam agar jauh dari api neraka (tidak melakukan kemaksiatan) (Lihat: QS at-Tahrim [66]: 6).
Kedua, sebagai tindakan preventif, Islam memiliki seperangkat solusi, di antaranya:
1. Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat, yang bila dilanggar tentu ada sanksinya. Terkait aurat laki-laki yang wajib ditutup, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya (laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya.” (HR Ahmad).” Adapun terkait aurat wanita, Allah SWT telah merintahkan kaum wanita untuk menutup aurat mereka, termasuk memakai kerudung dan jilbab (Lihat: QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat. Dengan begitu, naluri seksual tidak distimulasi pada saat yang tidak tepat.
2. Islam mengharuskan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka (QS an-Nur [24]: 30-31). Laki-laki tidak boleh memandang perempuan dengan pandangan yang bersifat seksual. Demikian pula perempuan. Mereka harus menghindari diri dari perbincangan yang mengarah pada eksploitasi seksualitas. Perbincangan di antara mereka hanya perbincangan tugas dan keahlian mereka saja demi mewujudkan kebaikan dan kemajuan.
3. Islam menerapkan pemisahan antara tempat aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum di tempat-tempat tertentu, seperti dalam aktivitas belajar-mengajar, perayaan berbagai acara, di tempat bekerja (tidak satu ruangan antara manajer dan sekretaris yang perempuan, misalnya).
4. Islam melarang mendekati aktivitas-aktivitas yang merangsang munculnya perzinaan (QS al-Isra’ [17]: 32). Islam, misalnya, telah melarang aktivitas berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariah. Rasulullah saw. bersabda, “Jangan sekali-kali seorang lelaki berdia-duan dengan perempuan (berkhalwat) karena sesungguhnya setan ada sebagai pihak ketiga.” (HR al-Baihaqi).
5. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur, “Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”
6. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya solusi untuk memenuhi naluri seksual yang sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan naluri seks. Islam mendorong setiap Muslim yang telah mampu menanggung beban untuk menikah sebagai cara pemenuhan naluri seksual (Lihat: QS an-Nur [24]: 32). Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah ia menikah karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi pengendali.

Ketiga
, Islam memelihara urusan masyarakat agar berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah menyiapkan seperangkat sanksi yang diterapkan negara bagi pelanggar aturan Allah SWT, dalam hal ini untuk mencegah terjadinya seks bebas, yaitu: Allah SWT menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhshan (yang sudah menikah) dan cambuk 100 kali bagi pezina yang bukan muhshan.
Keempat, Islam melarang aktivitas membuat dan mencetak gambar porno serta membuat cerita-cerita bertema cinta dan yang merangsang nafsu syahwat. Para pelakunya akan diberikan tindakan yang tegas tanpa adanya diskriminasi hukum.

Kelima, Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar, tidak boleh membiarkan ada suatu kemaksiatan (Lihat: QS al-Anfal [8]: 25). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekhawatiran Barat akan bangkitnya Ideologi Islam

Struktur Negara Khilafah