Sistem Ujian Pendidikan Khilafah
Oleh: Rahma Qomariyah, M.Pd.I
UN tidak mampu mencapai tujuan pendidikan Nasioanal.
Menurut Herwindo, Ph.D dalam makalahnya pada Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia II, menyebutkan bahwa target dari evaluasi
pendidikan adalah untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan nasional
sebagaimana yang disampaikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional sudah tercapai atau belum.[1]
Adapun tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No 20 Tahun
2003 dan Undang-Undang No 2 tahun 1989, adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang mandiri serta demokratis[2]
Dengan demikian jelas UN tidak bisa sebagai alat mengukur
keberhasilan pendidikan, karena untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah disebutkan di atas, UN hanya mampu menunjukkan kompetensi dalam
ranah kognitif, yaitu hanya satu tujuan berilmu, itu pun kalau jujur.
Karena sudah menjadi rahasia umum siswa dapat bocoran soal, jawaban dari
yang lain, termasuk gurunya. Lalu bagaimana dengan tujuan yang lain
yaitu menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang mandiri serta demokratis?. Apakah tujuan ini bisa dinilai
dengan UN?. Apakah siswa yang melakukan pergaulan bebas, bisa dijamin
tidak lulus UN karena tidak berakhlak mulia?.
Kerusakan sistem UN ini sangat parah. Sudahlah hanya menilai sisi
kognitif nya saja, itu pun ternyata tidak semua pelajaran masuk dalam
UN. Tentu saja penilaian semacam ini tidak akurat dan tidak mampu
mempresentasikan kemampuan siswa yang sebenarnya. Misalnya untuk SD dari
10 pelajaran, yang diujikan hanya 3 mata pelajaran yaitu Bahasa
Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Sedangkan untuk SMP
dari 12 mata pelajaran yang diujikan hanya 4 mata pelajaran, yaitu
Bahasa Indonesia, Matematika, ilmu Pengetahuan Alam dan Bahasa Inggris.
Konsep Evaluasi Pendidikan Khilafah Handal
Tujuan pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah, Mutawasithah dan Tsanawiyah atau SD-SMP-SMU dalam Negara Khilafah adalah: Pertama,
membentuk Generasi Berkepribadian Islam. Yaitu membentuk pola tingkah
laku anak didik yang berdasarkan pada akidah Islam, senantiasa tingkah
lakunya mengikuti Al Qur’an dan Al Hadis). Kedua, Menguasai
Ilmu Kehidupan (Keterampilan dan Pengetahuan). Yaitu menguasai Ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mengarungi kehidupan yang diperlukan,
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan, menggunakan peralatan,
mengembangkan pengetahuan sehingga bisa inovasi dan berbagai bidang
terapan yang lain. Ketiga, Mempersiapkan anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya.
Pada tingkat perguruan tinggi ilmu yang didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat pakar di berbagai bidang keahlian, ulama’, dan mujtahid.
Evaluasi pendidikan dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah
Islamiyah handal dan dilakukan secara komprehensif, untuk mencapai
tujuan pendidikan. Ujian umum diselenggarakan untuk seluruh mata
pelajaran yang telah diberikan[3].
Ujian dilakukan secara tulisan dan lisan. Munadhoroh adalah teknik
ujian lisan mengenai suatu ilmu. Ujian lisan ini merupakan teknik ujian
yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa untuk
memahami pengetahuan yang telah dipelajari.[4]
Ujian lisan dilakukan baik secara terbuka maupun tertutup. Di samping
itu tentu ada ujian praktek pada keahlian tertentu. Siswa yang naik
kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai pelajaran yang telah
diberikan dan mampu mengikuti ujian sebaik-sebaiknya.[5]
Tentu saja siswa-siswa yang telah dinyatakan kompeten/lulus adalah
siswa-siswa yang betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang
telah dipelajarinya dan bersyakshiyah Islamiyah atau memiliki pola
tingkah laku yang Islami.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al Fatih, pendidikan Islam semakin
maju. Karena Al Fatih adalah Khalifah yang hebat. Di samping mampu
menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota pertahanan militer paling kuat
saat itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pendidikan. Khalifah Al
Fatih rahimallahu anhu mengeluarkan hartanya pribadi untuk membangun
sekolah-sekolah di seluruh kota besar dan kecil. Sebagai kepala Negara,
Khalifah Al Fatih menetapkan manajemen sekolah, mengatur dalam jenjang
dan tingkatan-tingkatan, menyusun kurikulum pada setiap level, termasuk
sistem ujian untuk semua siswa[6].
Lebih dari itu Muhammad Al Fatih sebagai kepala Negara Khilafah yang
wilayahnya sangat luas sekitar 2/3 dunia, masih menyempatkan waktu untuk
memonitor dan membimbing pendidikan rakyatnya. Bahkan Al Fatih tidak
jarang datang ke sekolah, mendengarkan bagaimana guru mengajar. Beliau
juga mengunjungi saat siswa ujian. Dan perhatiannya pada dunia
pendidikan juga ditunjukkan dengan memberikan hadiah pada siswa
berprestasi, padahal pendidikan diselenggarakan Negara Khilafah untuk
rakyatnya secara gratis.[7]
Pada tingkat perguruan tinggi sistem ujian yang handal meliputi ujian
praktek, ujian tertulis dan ujian lisan. Ujian Lisan diadakan secara
terbuka, para penguji bisa guru/dosen/profesor yang mengajar di lembaga
pendidikan tersebut. Untuk suatu keahlian tertentu penguji dari internal
dan eksternal. Ulama’ dan para intelektual manapun berhak untuk
menguji.
Hak- hak istimewa setelah lulus ujian, boleh melakukan perbuatan:
Mengajarkan ilmunya; Meriwayatkan hadits Rasulullah yang berasal dari
guru-gurunya; Berfatwa, Mengobati penyakit, bila sudah menguasai ilmu
kedokteran; Meracik obat, bila sudah menguasai ilmu obat-obatan; dan
lain lain.
Dari uraian di atas terbukti hanya dengan
sistem Pendidikan Islam yang berada dalam naungan pemerintahan Islamlah,
Ujian bisa beres dan mencapai tujuan pendidikan Islam bisa tercapai
secara sempurna. Hanya Khilafah lah yang memfasilitasi kewajiban kaum
muslimin berpendidikan. Sabda Rasulullah:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim
Oleh karena itu kita harus meninggalkan sistem pendidikan sekuler.
Yang itu berarti harus membuang jauh-jauh sistem politik demokrasi, dan
sebagai gantinya kita terapkan sistem pendidikan Islam dalam bingkai
Khilafah Islamiyah. Allahu A’lam.
[1]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta, PT Grasindo, 1994,hlm 236
[2]. Undang undang Republik Indonesia no 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional( Sisdiknas)
[3]. Abu Yasin, Ususu Ta’lim fi Daulah al Khilafah, Bogor, Pustaka Thariqu Izzah, tahun 2004, cetakan kesatu, hlm 69-70
[4] Abdurrahman al Baghdadi dalam karyanya Sistem Pendidikan di masa Khilafah Islam, Bangil: Al Izzah, tahun 1996, hlm 87
[5] Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan runtuhnya Khilafah utsmaniyah, Jakarta, Pustaka al Kautsar, tahun 2004, cetakan kedua, hlm 179-180
[6] Ibid
[7] Ibid
Komentar
Posting Komentar