Teknik BE-DO-Have dalam bisnis
Oleh : Muhammad Rosyidi Azis
Salah satu
tools (alat bantu) yang sering dipakai oleh orang-orang yang sukses
dalam bisnis adalah tools BE-DO-HAVE. Ternyata, BE-DO-HAVE bisa pula
dijadikan tools dalam aktivitas apapun, semisal aktivitas pribadi,
keluarga, kelompok, perusahaan, bahkan negara. Juga untuk urusan bisnis,
sosial, dakwah dan yang lainnya. Karena yang namanya alat, maka teknik
ini bisa dilakukan oleh siapapun dengan latar belakang apapun pelakunya.
Dalam khazanah kajian islam, teknik ini bisa dinamai sebagai kaidah kausalitas
(sebab akibat) atau sunnatullah. Secara ringkas, BE adalah ilmu
menjadi (BEING), DO adalah ilmu melakukan (DOING) dan HAVE adalah ilmu
mempunyai (HAVING).
Bagaimana
menyusun BE-DO-HAVE ?
Untuk
mengaplikasikan teknik ini, yang pertama kali ditetapkan adalah HAVE-nya.
HAVE adalah apa-apa yang ingin kita capai, kita raih, kita wujudkan, atau
kita miliki. HAVE adalah target, DREAM atau GOAL. Seseorang yang memiliki
impian jelas atau target yang hendak diraih, tentu sangat berbeda dengan
orang yang tidak mempunyai tujuan atau target apapun. Dalam bisnis, umumnya
HAVE diwujudkan berupa berapa omzet yang ditargetkan? berapa profit yang
diinginkan? atau berapa asset yang ingin dimiliki perusahaan dalam variable
waktu tertentu. Ingat, dalam menentukan HAVE harus menggunakan kaidah SMART
yaitu bahwa target haruslah Specific (khusus), Measurable (terukur),
Achievable (bisa dicapai), Reasonable (masuk akal) dan Time-phased
(berbasis waktu).
Coba kita
bayangkan apa jadinya ketika seseorang tidak memiliki target apapun menjalani
kehidupan ini, sebuah keluarga tidak memiliki cita-cita yang hendak diraih
dalam berumah tangga, sebuah organisasi tidak menetapkan tujuan organisasinya
atau sebuah negara yang tidak mempunyai garis-garis besar haluan negara ?
DO
Ilmu aksi
itulah DO yaitu apa yang harus kita lakukan sehingga HAVE yang sudah
ditetapkan dapat tercapai. Ketika target sudah dipasang, impian sudah
ditetapkan, tujuan sudah dicanangkan dan cita-cita sudah dideklarasikan,
namun DO tidak dilakukan maka yakinlah bahwa semua itu hanya akan menemui
kegagalan, hanya akan menjadi catatan dan tidak akan pernah teralisasi dalam
kenyataan. Itulah thulul amal alias panjang angan-angan.
DO adalah
aktivitas fisik berupa action. DO haruslah sebanding dengan HAVE. Oleh
karenanya, jika HAVE-nya 100 juta maka DO pun setidaknya harus ‘senilai’ 100
juta. Disinilah berlaku filosofi ‘man jadda wa jadda’, siapa yang
bersungguh-sungguh maka dia yang akan mendapatkannya. Namun perlu
diingat, untuk bisa melakukan DO secara tepat ternyata tidak cukup
mengandalkan semangat. Ibarat orang mau beramal maka dia harus mengetahui
dulu ilmunya (knowledge), punya skill, memakai tools dan
juga membangun system-nya. Setelah itu haruslah di eksekusi di
lapangan dan selanjutnya dilakukan controlling secara berkala. Di
dalam dunia manajemen, DO biasanya dijabarkan dengan strategi POAC. Di dalam
dunia marketing bisnis, DO bisa dilakukan dengan 5 way’s, dan dalam
dunia harakah dikenal pula istilah at-tafkir al ghayat, at-tafkir
al ahdaf, at-tafkir al jaddiyyah, berfikir serius dan bertindak uslub.
BE
Adapun BE
adalah ilmu menjadi atau ilmu sifat, yaitu sifat apa yang harus kita miliki
sehingga DO bisa kita lakukan yang pada akhirnya HAVE dapat
tercapai. Banyak sekali orang yang telah memiliki impian dan cita-cita,
namun hanya sedikit sekali diantara mereka yang berhasil menggapainya. Faktor
terbesar penyumbang kegagalan meraih target dan impian ternyata adalah
ketiadaan sifat, sikap, watak, karakter, mental, mindset,
paradigma atau pola fikir yang relevan.
Coba kita
bayangkan ketika sebuah organisasi memiliki cita-cita luhur dan mulia, juga
telah menetapkan target dan tujuannya, namun tidak memiliki core value
dan corporate culture yang relevan, maka bagaimana target yang sudah
ditetapkan tersebut bisa tercapai? mungkinkah suatu cita-cita yang luhur dan
mulia dapat tercapai jika orang-orang didalamnya malas, pesimis, egois, tidak
disiplin, tidak bertanggungjawab, memiliki sifat blame (suka
menyalahkan), excuse (banyak alasan), denial (hobi menyangkal)
dan justify (mencari pembenaran) ?
Nah,
begitu aplikatifnya teknik BE-DO-HAVE ini, sehingga memunculkan pameo “Jika
ada sesuatu yang kita inginkan tidak terjadi atau sesuatu yang tidak kita
inginkan terjadi pada kita, maka kita harus memperbaiki 2 hal yaitu 1. Diri
kita (BE), dan 2. Cara-cara kita (DO)”.
Kalau kita
tengok sejarah, sejatinya teknik BE-DO-HAVE ini ternyata juga dipakai oleh
pahlawan-pahlawan Islam dalam mewujudkan peradaban Islam yang agung dengan
pencapaian yang gemilang. Apa yang dilakukan oleh Muhammad al Fatih ketika
menaklukkan konstantinopel membuktikan hal ini, demikian juga kemenangan
spektakuler dalam perang badar dan juga perang khandaq. Wallahu a’lam..
Oleh : Muhammad Rosyidi Aziz
Business Owner di bidang
Penerbitan dan Lembaga Keuangan Syariah
Pengurus Pusat Gugus Tugas
Pengusaha
Email, FB, YM : rosyid_aziz@yahoo.com
|
Komentar
Posting Komentar